Beranda | Artikel
Jangan-Jangan Kita Termasuk Munafik
Rabu, 13 Desember 2017

Khutbah Pertama:

إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونتوب إليه ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا ، من يهده الله فلا مضل له ، ومن يضلل فلا هادي له ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله ؛ صلى الله وسلَّم عليه وعلى آله وصحبه أجمعين .

أمَّا بعد أيها المؤمنون : اتقوا الله جل في علاه ، وراقبوه مراقبة من يعلم أن ربَّه يسمعُه ويراه ؛ فإن تقوى الله عز وجل فيها سعادة المرء وفلاحه في دنياه وأخراه .

Ayyuhal mukminun,

Sesungguhnya Allah menyifati orang-orang yang beriman sebagai seorang hamba-Nya yang sempurna. Dia menyifati orang-orang yang beriman dengan sejumlah sifat. Yang kesemuanya menunjukkan kesempurnaan agama mereka, kuatnya imana mereka, baiknya pengetahuan mereka terhadap Rabbnya, dan sempurnanya penjagaan mereka terhadap hal tersebut. Hal ini termaktub di dalam Alquran. Di sebuah surat yang Allah namai dengan surat al-Mukminun. Allah Azza wa Jalla berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (57) وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ (58) وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ (59) وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (60) أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ (61)

“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” [Quran Al-Mukminun: 57-61].

Betapa agungnya sifat-sifat yang Allah sebutkan untuk mereka. Hal ini sebagai pujian untuk mereka. Mereka berhias diri dengan sifat tersebut. Merekalah orang-orang yang sempurna agama dan keimanannya. Di antara sifat tersebut adalah takut kepada Allah. Sifat ini muncul dari pengetahuan mereka terhadap Allah Jalla fi Ulah.

Rasa takut kepada Allah, yang muncul dari keimanan ini mengalahkan rasa takut kepada yang lain. Karena betapa agung dan besarnya kedudukan iman di hati mereka. Allah telah memberikan kenikmatan iman dan amal disertai rasa takut kalau keimanan mereka tidak diterima atau amal mereka ditolak. Inilah keadaan seorang mukmin yang sempurna imannya. Sebagaimana kata al-Hasan al-Bashri, “Sesungguhnya seorang mukmin menggabungkan antara berbuat kebajikan dan rasa takut (tidak diterima kebajikannya). Sedangkan seorang munafik, menggabungkan berbuat buruk dan merasa aman (dari hukuman).”

Ayyuhal mukminun,

Ketika Anda merenungkan perjalanan hidup generasi terbaik Islam radhiallahu ‘anhum. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang kuat dan hubungan yang ihsan dengan Allah Jalla fi Ulah. Kita lihat mereka memiliki rasa takut yang sangat kuat kepada Allah. Rasa takut yang terbukti dengan amal shaleh yang berkualitas dan berkuantitas banyak. Bersamaan dengan itu, mereka tetap takut kalau diri mereka adalah seorang munafik. Iya, dengan kualitas sempurna iman mereka, kuatnya agama mereka, mereka tetap sangat khawatir termasuk orang-orang munafik. Sangat banyak riwayat-riwayat yang menyebutkan tentang keadaan mereka ini. Seperti contoh-contoh berikut ini:

Abdullah bin Abi Mulaikah mengatakan,

أدركت ثلاثين صحابيًا كلهم كان يخاف النفاق على نفسه

“Aku berjumpa dengan 30 orang sahabat Rasulullah. Mereka semua takut kalau mereka itu munafik.”

Terdapat sebuah riwayat dari Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Seorang sahabat agung yang memiliki iman dan agama yang kokoh. Suatu ketika Umar menemui Hudzaifah bin al-Yaman radhiallahu ‘anhu. Ia bertanya,

أنشدك بالله هل سمَّاني لك رسول الله صلى الله عليه وسلم؟

“Aku bersumpah kepadamu atas nama Allah, apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan namaku di antara nama-nama orang munafik?”

لا ، ولا أزكي بعدك أحدا

“Tidak. Dan aku tidak akan memberi tahu lagi seorang pun setelah dirimu ini,” jawab Hudzaifah.

Demikian juga dengan seorang ulama tabi’in, Jubair bin Nufair rahimahullah. Ia berkata, “Aku menemui Abu Darda. Saat itu ia sedang shalat. Saat ia selesai membaca tasyahud akhir dan sebelum salam, aku mendengarnya berdoa memohon perlindungan kepada Allah dari kemunafikan. Dan ia mengulang-ulang permintaannya itu. -Setelah shalat- kutanyakan padanya,

وما لك يا أبا الدرداء أنت والنفاق!!

“Apa yang terjadi antara dirimu dengan kemunafikan wahai Abu Darda?” Maksudnya, kedudukanmu agung. Engkau salah seorang tokoh dari para sahabat.

Beliau radhiallahu ‘anhu menjawab,

دعنا عنك فوالله إن الرجل ليتقلب عن دينه في الساعة الواحدة فيُخلع منه إيمانه

“Engkau tidak mengerti. Demi Allah, sesungguhnya keadaan seseorang di atas agamanya itu berbolak-balik. Dalam sesaat saja, bisa dicabut keimanan darinya.”

Pernah disampaikan kepada al-Hasan al-Bashri bahwa ada yang memuji beliau bukan seorang munafik. Lalu berliau rahimahullah menanggapi,

لأن أعلم أني بريء من النفاق أحبّ إلي من طلائع الأرض ذهبا

“Kalau aku tahu aku bebas dari kemunafikan, sungguh hal itu lebih kusukai dari pada muncul bongkahan emas di permukaan bumi.”

al-Hasan al-Bashri mengatakan,

والله ما أصبحَ ولا أمسى مؤمن إلا وهو يخاف النفاق على نفسه

“Demi Allah! Tidaklah seorang mukmin melewati pagi dan sore hari kecuali senantiasa ada perasaan takut kemunafikan pada dirinya.”

Di kesempatan lain, beliau juga mengatakan,

ما خافه -أي النفاق- إلا مؤمن ولا أمِنَه إلا منافق

“Tidaklah takut terhadap kemunafikan melainkan ia seorang yang beriman. Dan tidaklah seseorang merasa aman darinya kecuali ia seorang munafik.”

Ada seorang yang bertanya kepadanya, “Apakah Anda takut dengan kemunafikan?” Beliau menjawab,

وما يؤمنني وقد خافه عمر بن الخطاب رضي الله عنه

“Apa yang membuat diriku merasa aman? Sedangkan -orang sekelas- Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu saja takut akan hal itu.”

Muawiyah bin Qarrah rahimahullah berkata,

لأن أكون ليس فيَّ شيء من النفاق أحب إليَّ من الدنيا وما فيها ، كان عمر يخشاه ولا أخشاه أنا!!

“Seandainya aku -dipastikan- tidak mengidap suatu bagian dari kemunafikan, tentu hal itu lebih aku cintai dari dunia dan seisinya. Umar saja takut akan hal itu. Pantaskah aku tidak merasa takut?!”

Ini adalah sedikit contoh dari banyak riwayat-riwayat yang mengabarkan tentang keadaan mereka. Semoga Allah meridhai mereka. Mereka adalah orang-orang yang sempurna keimanannya, ibadahnya, dan hubungannya dengan Allah Jalla fi Ulah, tapi mereka tetap sangat takut akan kemunafikan. Berbeda dengan orang-orang yang banyak menyia-nyiakan, meremehkan, dan bermalas-malasan. Orang-orang yang tidak peduli dengan keadaan iman, amal, dan hubungan mereka dengan Allah. Mereka malah memandang diri mereka sebagai seorang yang selamat dan terhindar dari kemunafikan. Dan mereka sangka bahwa keimanan mereka tidak berkurang dan pudar.

Dan ketika kita merenungi ayat-ayat Alquran yang bercerita tentang tanda-tanda kemunafikan dan sifat-sifat orang-orang munafik, akan kita dapati:

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا (142) مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَلَا إِلَى هَؤُلَاءِ

“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” [Quran An-Nisa: 142-143].

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ ؛ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ

“Di antara tanda munafik ada tiga: jika berbicara, dusta; jika berjanji, tidak menepati; jika diberi amanat, ia khianat. Walaupun ia berpuasa, shalat, dan mengklai ia seorang muslim.”

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

(تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ؛ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا، لَا يَذْكُرُ اللهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا)

“Ini adalah shalat orang munafik. Ia duduk hingga matahari berada antara dua tanduk setan. Lalu ia mengerjakan shalat ‘Ashar empat raka’at. Ia hanyalah mengingat Allah dalam waktu yang sedikit.” (HR. Muslim).

Disebutkan bahwa sifat mereka suka mengakhirkan shalat, bermalas-malasan dalam mengerjakannya,d an sedikit mengingat Allah dalam shalat tersebut.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ الإِيمَانِ حُبُّ الأَنْصَارِ ، وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الأَنْصَارِ

“Tanda keimanan adalah mencintai kaum Anshar. Dan tanda orang-orang munafik adalah membenci kaum Anshar.”

Dari Ibnu Umar radahillahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَكِرُّ فِي هَذِهِ مَرَّةً وَفِي هَذِهِ مَرَّةً

“Permisalan orang munafik adalah seperti kambing yang kebingungan dan berbolak-balik di antara dua kelompok kambing. Sekali waktu pergi ke kelompok ini. Dan di waktu lain pergi ke kelompok itu.” (HR. Muslim).

Ibadallah,

Siapa yang menelaah nash-nash Alquran dan hadits yang menceritakan tentang sifat-sifat orang-orang munafik, maka kita melihat banyak sekali orang-orang yang disifati dengan sifat-sifat tersebut. Bersamaan dengan itu, mereka mengira diri mereka orang yang selamat dari kemunafikan. Mereka sangka bahwa iman mereka tidak berkurang dan rusak.

Ayyuhal mukminun,

Jauh sekali perbedaannya, antara keadaan seorang yang sempurna keimanannya dengan orang-orang yang menyia-nyiakan keimanannya. Sesungguhnya seorang mukmin memadukan antara berbuat kebajikan dengan takut atas kemunafikan. Sementara orang-orang munafik menggabungkan perbuatan buruk dengan rasa aman. Kita memohon kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung agar melindungi kita dari sifat munafik.

أقول هذا القول وأستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من كل ذنب فاستغفروه يغفر لكم إنه هو الغفور الرحيم.

Khutbah Kedua:

الحمد لله كثيرا ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله ؛ صلى الله وسلَّم عليه وعلى آله وصحبه أجمعين . أما بعد عباد الله : اتقوا الله تعالى وتزودوا لِلقائه بتقواه ؛ فإنها خير زادٍ يبلِّغ إلى رضوانه جل في علاه .

Ayyuhal mukminun,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang bukan dari urusan kami, maka amal tersebut tertolak.”

Perlu diketahui, bahwa perayaan malam Nishfu Sya’ban tidak terdapat riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada keterangan dari beliau untuk mengkhususkan malam ini dengan ibadah dan siang harinya dengan berpuasa. Salah satu syarat dari diterimanya amal adalah kecocokannya dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla untuk menjadikan semua amal kita ikhlas kepada-Nya dan meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beribadah kepada-Nya.

واعلموا – رعاكم الله – أنَّ أصدق الحديث كلام الله، وخير الهدى هُدى محمد صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وشر الأمور محدثاتها ، وكل محدثةٍ بدعة ، وكل بدعةٍ ضلالة ، وعليكم بالجماعة فإن يد الله على الجماعة .

وصَلُّوا وسلِّموا -رعاكم الله- على محمد بن عبد الله كما أمركم الله بذلك فقال: { إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا} [الأحزاب:56] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بهَا عَشْرًا)) .

اللهم صلِّ على محمد وعلى آل محمد كما صليتَ على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنّك حميدٌ مجيد ، وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنّك حميدٌ مجيد . وارضَ اللَّهم عن الخلفاء الراشدين ؛ أبي بكرٍ وعمرَ وعثمان وعلي ، وارض اللهم عن الصحابة أجمعين ، وعن التابعين ومن تبعهم بإحسانٍ إلى يوم الدين ، وعنَّا معهم بمنـِّك وكرمك وإحسانك يا أكرم الأكرمين .

اللهم أعز الإسلام والمسلمين ، اللهم انصر من نصر دينك وكتابك وسنَّة نبيك محمد صلى الله عليه وسلم ، اللهم انصر إخواننا المسلمين المستضعفين في كل مكان ، اللهم كُن لهم ناصرًا ومُعينا وحافظًا ومؤيدا ، اللهم انصر واحفظ جنودنا في حدود البلاد ، أيِّدهم بتأييدك يا حي يا قيوم ، اللهم وعليك بأعداء الدين فإنهم لا يعجزونك ، اللهم إنا نجعلك في نحورهم ، ونعوذ بك اللهم من شرورهم ، اللهم آمنَّا في أوطاننا ، وأصلح أئمتنا وولاة أمورنا ، اللهم وفِّق ولي أمرنا لهداك واجعل عمله في رضاك .

اللهم آت نفوسنا تقواها ، زكِّها أنت خير من زكاها ، أنت وليها ومولاها . اللهم إنا نعوذ بك من النفاق والشقاق وسيء الأخلاق . ربنا إنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين ، اللهم اغفر لنا ولوالدينا ووالديهم وذرياتهم وللمسلمين والمسلمات وللمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات ، ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار .

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين .

Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdurrazzaq al-Abbad
Judul Asli: al-Khaufu min an-Nifaq
Penerjemah: Tim KhotbahJumat.com

Artikel www.KhotbahJumat.com

Print Friendly, PDF & Email

Artikel asli: https://khotbahjumat.com/4889-jangan-jangan-kita-termasuk-munafik.html